Dewasa ini, kasus
pelanggaran etika, privasi, dan keamanan informasi kerap bermunculan karena
ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Di era teknologi modern,
informasi bisa sangat cepat menyebar sehingga kasus-kasus seperti ini pun
semakin meluas.
Lalu kasus seperti apakah yang pernah melanggar etika, privasi dan keamanan
informasi? Tulisan kali ini akan membahasnya. Let's check it out!
1.
Isu Etika
Pembobolan Situs KPU
Pada hari Sabtu, 17
April 2004, Dani Firmansyah (25 th), konsultan Teknologi Informasi (TI) PT
Danareksa di Jakarta berhasil membobol situs milik Komisi Pemilihan Umum (KPU)
di http://tnp.kpu.go.id dan mengubah nama-nama partai di
dalamnya menjadi nama-nama unik seperti Partai Kolor Ijo, Partai Mbah Jambon,
Partai Jambu, dan lain sebagainya. Dani menggunakan teknik SQL Injection (pada
dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau perintah
tertentu di address bar browser) untuk menjebol situs KPU. Kemudian Dani
tertangkap pada hari Kamis, 22 April 2004.
Kisah
Hidup Amanda Todd, Gadis 15 Tahun yang Pilih Bunuh Diri Usai Di-bully di
Internet
Amanda adalah seorang remaja yang masih berusia sangat muda, 15 tahun. Ia memilih bunuh diri usai mendapat bully melalui internet, termasuk dari akun lawakan ternama, 9gag.
Semuanya berawal pada saat Amanda berkenalan dengan seorang cowok di Internet. Cowok tersebut berhasil membujuk dia untuk menunjukkan buah dadanya lewat webcam.
Maklum saat itu Amanda masih sangat lugu, saat itu
ia masih berada di kelas 7, atau kelas 1 SMP.
Setahun kemudian, cowok itu menyebarkan foto topless Amanda lewat Internet, bahkan membuat sebuah account Facebook yg menjadikan foto topless Amanda tersebut sebagai profile picturenya.
Setahun kemudian, cowok itu menyebarkan foto topless Amanda lewat Internet, bahkan membuat sebuah account Facebook yg menjadikan foto topless Amanda tersebut sebagai profile picturenya.
Hal itu membuat banyak orang membully Amanda,
termasuk akun 9gag, dan hal itu membuat Amanda dicemooh di sekolah dan di
lingkungannya.
Tak hanya itu, bully yang dilakukan pada Amanda juga berupa pesan dan komentar seperti salah satunya menyuruhnya untuk mati saja.
Sebulan sebelum bunuh diri, Amanda mengupload sebuah video di Youtube yg berisi kisah hidupnya yang menyedihkan. Amanda meninggal tanggal 10 Oktober 2012 lalu akibat bunuh diri.
2.
Privasi
Asri Welas Geram Foto Anaknya Dicuri untuk
Penggalangan Dana
Asri Welas baru mengalami
peristiwa kurang menyenangkan. Foto anaknya, Rayyan Gibran Ridharaharja atau
yang akrab disapa Ibran digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk
melakukan penipuan.
Foto Ibran diunggah
akun Facebook bernama Nur Taibah. Namun, tak hanya foto sang anak, foto Asri
bersama Ibran juga ikut diunggah oleh akun tersebut. Bahkan, si pemilik akun
mengklaim kalau foto Asri merupakan dirinya dan foto Ibran adalah anaknya.
Yang membuat geram,
akun tersebut menggunakan foto Asri dan Ibran untuk penggalangan dana. Padahal,
foto Ibran itu merupakan foto lama saat dirinya akan menjalani operasi mata
beberapa waktu lalu karena penyakit katarak.
Hal ini terungkap saat
Asri mengunggah foto akun Facebook tersebut ke Instagram.
Dengan tegas, Asri
meminta agar pemilik akun tersebut segera menutup akunnya dan tidak melakukan
penipuan.
"Kepada pemilik
account Facebook NUR TAIBAH apa maksud anda menggunakan foto anak saya
@ibran_gibran dan foto saya untuk penggalangan dana untuk anda sendiri yang
sudah tertera di Bank mana minta ditransfer. Apa maksud anda menggunakan foto
anak saya di IG saya, ketika sebelum @ibran_gibran dioperasi dan
mengatasnamakan kalau foto itu adalah anak anda?" Tulis Asri dalam akun
@asri_welas.
Perempuan berusia 39
tahun ini kemudian mengancam bila akun tersebut tidak menghapus foto-foto Ibran
dan menutup akun miliknya, maka Asri akan bertindak tegas dan membawa masalah
ini ke ranah hukum.
3.
Pengenalan Keamanan Informasi
Hacker Surabaya, Kelas Teri yang Bobol 44 Negara?
Tiga hacker Surabaya diciduk
polisi. Mereka diduga meretas
ribuan situs web dan sistem teknologi informasi di 44 negara.
Ketiga tersangka
berstatus mahasiswa di Surabaya. Usia mereka masih 21 tahun dan sama-sama
tergabung dalam Komunitas Surabaya Black Hat (SBH).
Kasubdit Cyber Crime
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, para tersangka
berinisial NA, KPS, ATP, bersama komplotannya yang total enam orang, diduga
meretas sekitar 3.000 sistem teknologi infomasi dan situs web selama tahun
2017.
Salah satu korbannya
adalah sistem elektronik pemerintahan di Los Angeles Amerika Serikat. Karena
itu, Biro Investigasi Federal Amerika Serikat alias FBI ikut andil dalam
penangkapan mereka.
Polisi mengungkap kasus
tersebut setelah menerima informasi dari lembaga bentukan FBI, IC3 (Internet
Crime Complaint Center) di New York, Amerika Serikat. Isinya, terdata puluhan
sistem di berbagai negara rusak.
Setelah ditelusuri,
ternyata pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya
Surabaya.
"Informasinya
diberikan kepada kami pada Januari 2018 kemarin. Kemudian, kami analisis kurang
lebih dua bulan, kami temukan lokasinya di Surabaya dan para tersangka
utamanya," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (14/3/2018).
Para tersangka kini
mendekam di Polda Metro Jaya, bukan di Surabaya. Ternyata, ini ada alasannya.
"Kasus disidik
berdasarkan lokus kejadian perkara karena empat perusahaan nasional yang jadi
korban berada di Jakarta. Perusahaan yang paling banyak terimbas itu di
Jakarta," kata AKBP Roberto.
Dalam aksinya,
umumnya hacker Surabaya tersebut menyasar database perusahaan
yang memiliki banyak pelanggan atau customer.
"Kebanyakan (yang
diretas) bergerak di bidang bisnis, private business. Untuk
situs pemerintahan, yang terdeteksi baru satu, The City of Los Angeles. Sistem
elektronik, bukan situs yang diretas," papar Roberto. Motifnya diduga
ekonomi.
4.
Ancaman Tidak Langsung Terhadap Sistem Informasi
Rumah Sakit di
Jakarta Disandera "Ransomware", Minta Tebusan Rp 4 Juta
KOMPAS.com - Akhir pekan ini diwarnai serangan program jahat ( virus
komputer) jenis ransomware bernama Wanna Decryptor yang melanda hampir 100
negara di seluruh dunia. Jaringan National Health Service (NHS) di Inggris
dibuat kerepotan karena ransomware mengunci dan “menyandera” data pasien di
komputer rumah sakit.
Tak lama setelahnya, di hari yang sama, firma keamanan
Eset melaporkan bahwa virus komputer Wanna Decryptor telah menyebar ke
Indonesia dan mulai memakan korban. “ Ransomware WannaCry (nama lain Wanna
Decryptor) yang mulai terdeteksi tanggal 12 Mei 2017 sore waktu Indonesia
Barat,” sebut Technical Consultant PT Prosperita ESET Indonesia, Yudhi Kukuh,
dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTekno, Sabtu (13/5/2017). Yudhi
mengatakan, ketika Wanna Decryptor mulai menyebar di Indonesia, sebagian besar
perusahaan sudah mematikan sistem komputer. Namun virus ransomware ini tak
urung tetap memakan korban.
Berdasarkan pantauan KompasTekno dari Twitter,
sejumlah pasien dari sebuah rumah sakit di Jakarta mengeluhkan bahwa sistem
komputer antrean di RS tersebut tidak bisa berfungsi karena terinfeksi
malware/virus. “Sudah kena virusnya. Tidak bisa ambil nomor antrian. Bahaya
kalau hari kerja masih kayak gini, antrian bisa membludak,” keluh seorang
pengguna Twitter. Di layar komputer tampak notifikasi yang ditampilkan oleh
virus Wanna Decryptor. Unit komputer terkunci dan tidak bisa digunakan.
Tampilan ransom note dari ransomware Wanna Decryptor yang menginfeksi komputer
salah satu rumah sakit di Indonesia. Permintaan tebusan senilai Rp 4 juta untuk
mengembalikan data yang dikuncu ransomware ini ditulis dengan bahasa Indonesia.
(Twitter) Prompt dan notifikasi (ransom note) tersebut berbahasa Indonesia
karena Wanna Decryptor bersifat multi-lingual untuk menyasar korban di berbagai
negara.
Ada lebih dari 25 bahasa yang bisa ditampilkan oleh Ransomware ini,
termasuk Indonesia dan Inggris. Ransomware Wanna Decryptor di rumah sakit
tersebut diduga telah mengunci sistem piranti lunak dan data pasien dengan
menggunakan enkripsi. Apabila pihak rumah sakit ingin menyelamatkan data yang disandera
itu, tebusan senilai 300 dollar AS (sekitar Rp 4 juta). Jika uang tebusan telah
ditransfer, pembuat virus akan membuka enkripsi atau kunci agar sistem dan data
dapat diakses seperti sediakala. Uang tebusan harus dikirim dalam bentuk
Bitcoin ke dompet digital sang pembuat program jahat.
Bitcoin adalah mata uang digital alias cryptocurrency yang transaksinya
tidak bisa dilacak sehingga populer digunakan oleh kalangan dunia hitam,
termasuk pelaku serangan cyber dan pembuat ransomware. Di Inggris, dokter-dokter
di setidaknya 16 rumah sakit dibuat kerepotan lantaran dibuat tidak bisa
mengakses rekam medis pasien karena ulah ransomware ini.
5. Melindungi Sumber Daya Informasi
Ransomware WannaCry
Serangan siber ransomware sempat menyerang Indonesia pada awal 2017.
Setidaknya dua rumah sakit di Jakarta yaitu Dharmais dan Harapan Kita yang
disinyalir diserang ransomware berjenis WannaCry pada 12 Mei 2017 yang
menyebabkan data pasien dalam jaringan komputer rumah sakit tidak bisa diakses.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menggelar temu media
pada 14 Mei 2017 dan mengatakan bahwa Kominfo telah berkoordinasi dengan Rumah
Sakit Dharmais untuk menanggulangi serangan tersebut.
Kementerian ini sigap mempersiapkan tim khusus menghadapi persoalan ini
yang antara lain meliputi Direktorat Keamanan Kominfo dan pegiat keamanan
siber, serta bekerjasama dengan sejumlah pihak dari luar Indonesia.
Pada 17 Mei 2017 Menkominfo mengklaim Indonesia sudah bebas virus
ransomware WannaCry yang sebelumnya menginfeksi setidaknya 200 ribu komputer di
seluruh dunia.
Menurut Rudiantara, virus yang terpapar melalui jaringan data atau internet
itu tidak berdampak signifikan di Indonesia lantaran tangkasnya pencegahan yang
dilakukan yakni memutus hubungan internet dan membuat salinan data cadangan.
Itu dia beberapa kasus tentang pelanggaran etika, privasi, serta keamanan informasi. Semoga kedepannya kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi ya
Komentar
Posting Komentar